Latar belakang
Scaling-up NCD Interventions in South East Asia Programme (SUNI-SEA) adalah program penelitian intervensi (tindakan) selama empat tahun yang dilakukan di Indonesia, Myanmar, dan Vietnam. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mengembangkan seperangkat pedoman dan instrumen berbasis bukti di bidang penyakit tidak menular untuk digunakan di Asia Tenggara. SUNI-SEA bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, Myanmar dan Vietnam, untuk memperkuat kegiatan peningkatan mereka dalam pencegahan dan pengelolaan PTM.
SUNI-SEA bertujuan untuk menciptakan sinergi antara pencegahan dan pengelolaan penyakit di tingkat masyarakat. Penelitian ini juga ingin mewujudkan sinergi antara masyarakat dan kegiatan berbasis fasilitas layanan kesehatan primer.
Perkembangan penelitian
Pada tahun pertama, penelitian SUNISEA menganalisis situasi di setiap lokasi. Kami mencatat tentang kondisi di setiap negara terkait pencegahan dan pengendalian PTM dan membandingkannya dengan temuan dalam literatur mengenai efektivitas dan efektivitas terkait biaya. Kami mengambil beberapa hal yang didapat dari setiap negara dan menyimpulkan hal positif dan negatifnya. Berdasarkan temuan tersebut kami menghasilkan rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan kesehatan primer berbasis masyarakat pada fase prospektif SUNI-SEA.
Hal penting yang dipelajari
Indonesia, Myanmar dan Vietnam memiliki intervensi layanan kesehatan primer atau primary healthcare (PHC) dan Intervensi berbasis komunitas atau community-based Interventions (CBI). Di komunitas, terdapat promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, misal kegiatan skrining dan intervensi gaya hidup. Di fasilitas kesehatan, ada diagnosis dini dan tatalaksana medis. Secara umum, negara bertujuan untuk menyediakan dana untuk pencegahan dan pengendalian PTM melalui asuransi kesehatan meskipun dengan tingkat cakupan yang berbeda-beda saat ini.
Strategi PTM di Indonesia, Myanmar dan Vietnam didasarkan pada bukti internasional tentang apa yang efektif (misalnya intervensi). Banyak kegiatan di ketiga negara tersebut sejalan dengan temuan dan rekomendasi dari literatur internasional. Namun, verifikasi relevansi antara bukti internasional dengan keadaan lokal tidak selalu ada. Untuk dampak yang optimal, pengembangan kearifan lokal lebih lanjut sangat dibutuhkan.
Dalam praktiknya, program PTM diimplementasikan di komunitas dan layanan kesehatan primer, terkadang sebagai program nasional (Indonesia), terkadang sebagai program eksperimental (Vietnam). Partisipasi dalam kegiatan skrining dan promosi kesehatan belum optimal di ketiga negara tersebut. Bahkan di mana layanan kesehatan disediakan, kaum muda dan laki-laki cenderung tidak menggunakannya. Oleh karena itu, perlu untuk menjangkau lebih banyak orang termasuk yang paling rentan, dengan peningkatan jumlah layanan PTM.
Ada bukti yang menjanjikan tentang efektivitas penggunaan sumber daya masyarakat. Umumnya, intervensi komunitas lebih efektif daripada intervensi individual. Salah satu alasan yang mungkin untuk ini adalah bahwa dukungan teman sebaya mengarah pada komitmen pribadi yang lebih kuat untuk berpartisipasi dan karena itu meningkatkan kesehatan.
Kualitas pelayanan yang diberikan tidak selalu sesuai dengan yang dipersyaratkan, baik di masyarakat maupun pelayanan kesehatan primer. Kompetensi relawan masyarakat atau tenaga kesehatan tidak selalu mencukupi, dan obat-obatan serta peralatan tidak selalu tersedia. Karenanya, perlu untuk mengembangkan pelatihan bagi relawan, termasuk peluang pembelajaran elektronik. Perlu juga untuk memetakan layanan puskesmas, mandat dan kapasitas petugas kesehatan di negara-negara tersebut untuk menyesuaikan pembangunan kapasitas dengan kebutuhan di setiap lokasi. Ada peluang di semua lokasi untuk meningkatkan sinergi antara intervensi layanan kesehatan primer atau primary healthcare (PHC) dan Intervensi berbasis komunitas atau community-based Interventions (CBI)untuk meningkatkan efektivitas dan efektivitas biaya program.
Further reading
Rekomendasi
- Meningkatkan pemberdayaan anggota komunitas, karena efektif dalam meningkatkan kesehatan, mungkin dengan mempengaruhi self-efficacy. Prasyarat penting untuk mencapai tujuan ini adalah kepercayaan antara anggota masyarakat dan profesional, kader, atau relawan masyarakat.
- Melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas, baik di Puskesmas maupun program berbasis masyarakat. Pengembangan kapasitas harus sesuai dengan kondisi dan struktur lokal.
- Berinvestasi dalam intervensi berbasis komunitas, karena intervensi ini memiliki potensi untuk meningkatkan penggunaan langkah-langkah pencegahan kesehatan yang penting termasuk skrining dan penyediaan pendidikan kesehatan. Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat atau relawan sangat penting. Mereka dapat menjadi penghubung antara layanan kesehatan primer dan masyarakat, terutama di daerah pedesaan. Oleh karena itu, investasi lebih lanjut harus dilakukan pada pengetahuan dan keterampilan mereka.
- Mengembangkan pedoman konkrit bagi para profesional dan relawan kesehatan untuk secara efektif menerapkan skrining, pencegahan dan pengendalian PTM komprehensif yang disesuaikan dengan keadaan khusus masing-masing negara. E-learning dan informasi berbasis internet menjadi semakin relevan.
- Mendorong kelompok masyarakat dalam mengendalikan PTM. Melibatkan sekelompok kecil orang dengan faktor risiko tinggi akan menjadi penting untuk mencapai keberhasilan intervensi. Dukungan keluarga dan teman sebaya harus ditingkatkan untuk memastikan penggunaan perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health-seeking behaviours) dan manajemen diri dalam kesehatan.
- Meningkatkan akses informasi di tingkat penduduk, dalam pendidikan tatap muka, kampanye media massa, dan informasi berbasis internet.
- Menerapkan pendekatan integral seperti dalam Model Perawatan Kronis (Chronic Care Model). Artinya, semisal harus ada tindak lanjut setelah skrining dan pengobatan, baik masyarakat dan Puskesmas harus bekerja sama. Secara aktif memberikan pengingat untuk jadwal pertemuan meningkatkan keberhasilan skrining dan kepatuhan terhadap program perawatan kesehatan serta manajemen kondisi.